RADARcenter, Tebing Tinggi — Kasus dugaan korupsi pengadaan smart board atau papan tulis pintar senilai lebih dari Rp14 miliar di Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi kembali menjadi sorotan publik.
Pengamat kebijakan publik dan anggaran, Ratama Saragih, mendesak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus ini, karena unsur formil dan materil dianggap telah terpenuhi.
Desakan ini disampaikan Ratama menyusul aksi penggeledahan yang dilakukan tim Kejati Sumut pada Kamis (30/10/2025) di kantor Dinas Pendidikan Tebing Tinggi. Ia menilai kasus ini sudah jelas memperlihatkan adanya unsur actus reus (tindakan pidana) dan mens rea (niat jahat pelaku).
Menurut laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut Nomor 50.B/LHP/XVIII.MDN/05/2025 tertanggal 23 Mei 2025, keuangan Pemkot Tebing Tinggi dinyatakan bermasalah akibat penganggaran pendapatan daerah yang tidak rasional pada tahun anggaran 2024.
Kondisi tersebut mengakibatkan kekurangan sumber pendanaan untuk membiayai sejumlah belanja daerah, baik belanja modal maupun belanja barang.
Dari temuan itu, diduga ada rekayasa dalam bentuk pergeseran anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) ke Belanja Modal melalui penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwa) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Penjabaran APBD. Ratama menilai, keputusan ini menjadi titik awal dugaan pemufakatan jahat dalam penggunaan dana negara.
“Terlihat ada penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat penyelenggara negara untuk memperoleh keuntungan pribadi, kelompok, maupun korporasi yang berujung pada kerugian keuangan negara,” tegas Ratama.
Lebih lanjut, dari sisi mens rea atau niat jahat, Ratama menjelaskan bahwa dana BTT seharusnya hanya digunakan untuk kebutuhan tanggap darurat dan tidak bisa dialihkan menjadi belanja modal.
Hal ini diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 (yang telah diubah menjadi Permendagri Nomor 21 Tahun 2011) serta diperkuat oleh Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
BPK juga menegaskan dalam laporannya bahwa pergeseran anggaran antarjenis belanja sebelum adanya Perda Perubahan APBD dapat mengganggu kewajaran penggunaan anggaran daerah.
Dengan terpenuhinya unsur formil (tindakan melawan hukum) dan materil (kerugian negara), Ratama menilai sudah saatnya Kejati Sumut menetapkan tersangka secara transparan tanpa tebang pilih.
“Penyidikan sudah berjalan dan bukti permulaan sudah cukup. Kami berharap Kejati Sumut segera mengumumkan siapa saja pihak yang terlibat agar publik mendapatkan informasi yang jelas dan akurat,” pungkas alumni PKPA Peradi USI tersebut.
(*S Hadi Purba T)





















