RADARcenter, Palembang – Polemik di lingkungan Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) memanas setelah tim kuasa hukum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumatera Selatan melaporkan dugaan pemalsuan surat ke Polda Sumatera Selatan.
Laporan tersebut diajukan oleh Kantor Advokat Mardiansyah & Rekan, terdiri dari Mardiansyah, S.H., Luik Maknum Busroh, S.H., M.H., Zulfikar, S.H., Dr. Conie Pania Putri, S.H., M.H., dan Didi Efriadi, S.H., atas nama klien mereka Dr. Zulkifli, M.Pd.I, yang merupakan Wakil Sekretaris PWM Sumsel.
Kasus ini telah teregistrasi dengan nomor STTLP/B/395/X/2025/SPKT/Polda Sumsel, tertanggal 7 Oktober 2025, dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.
Awal Mula Persoalan
Kuasa hukum pelapor, Mardiansyah, S.H, menjelaskan bahwa persoalan bermula dari surat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tertanggal 21 April 2025, yang berisi instruksi untuk mempersiapkan pemilihan rektor baru UMP sesuai mekanisme organisasi.
Namun, secara mengejutkan, pada 22 Agustus 2025, muncul Surat Keputusan (SK) yang memperpanjang masa jabatan rektor UMP untuk periode 2025–2027.
“SK tersebut jelas melanggar Pasal 37 Statuta UMP dan pedoman perguruan tinggi Muhammadiyah, karena diterbitkan tanpa prosedur sah,” tegas Mardiansyah.
Menurutnya, sebelum melapor ke polisi, PWM Sumsel sudah tiga kali melayangkan surat klarifikasi kepada Badan Pembina Harian (BPH) UMP, namun tak mendapat tanggapan.
“PWM sudah beritikad baik, tapi karena tidak direspons, maka kami menempuh jalur hukum,” ujarnya.
Kewenangan yang Dipersoalkan
Salah satu anggota tim kuasa hukum, Dr. Conie Pania Putri, S.H., M.H, menambahkan bahwa inti masalah ada pada penerbitan rekomendasi perpanjangan jabatan rektor yang dilakukan oleh BPH UMP.
Padahal, menurut Statuta Muhammadiyah Pasal 37, kewenangan pengangkatan atau pemberhentian rektor sepenuhnya berada pada Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berdasarkan usulan majelis dan pertimbangan senat universitas serta PWM.
“Dalam kasus ini, BPH justru bertindak tanpa sepengetahuan PWM dan mengeluarkan rekomendasi perpanjangan sendiri. Itu jelas melangkahi kewenangan,” jelas Conie.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, dari lima anggota BPH, tiga di antaranya mengaku tidak pernah dilibatkan dalam rapat atau penandatanganan dokumen rekomendasi.
“Diduga surat tersebut dibuat hanya oleh ketua dan sekretaris BPH. Ini mengindikasikan adanya pemalsuan dokumen yang patut diselidiki lebih lanjut,” tambahnya.
PWM Sumsel: Jabatan Rektor Sudah Berakhir
Pihak PWM Sumsel menegaskan bahwa masa jabatan rektor UMP seharusnya berakhir pada 12 Oktober 2025.
Berdasarkan instruksi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, proses pemilihan rektor baru seharusnya sudah dimulai enam bulan sebelumnya.
Namun, dengan adanya SK perpanjangan, tahapan tersebut justru tertunda dan dinilai menyalahi keputusan organisasi.
“Pimpinan pusat sudah jelas memerintahkan untuk mempersiapkan pemilihan, bukan memperpanjang jabatan. Jadi tindakan BPH ini kami anggap melanggar aturan organisasi,” tegas Zulfikar, S.H., M.H., selaku kuasa hukum lainnya.
PWM Sumsel berharap Polda Sumsel segera memanggil pihak-pihak terkait dari BPH dan rektorat UMP untuk dimintai keterangan.
“Ini bukan soal pribadi, tapi soal tata kelola organisasi dan kepatuhan terhadap aturan Muhammadiyah,” pungkas Mardiansyah.
Respons BPH UMP
Sementara itu, Ketua BPH UMP, Dr. Idris, ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, enggan memberikan komentar panjang.
“Silakan ambil keterangan sebanyak-banyaknya dari kuasa hukum, tidak usah dengan saya. Saya tidak mau dikonfirmasi soal ini,” ujarnya singkat.
(*Adi)