RADARCenter, PALEMBANG– koalisi aktivis yang peduli terhadap dunia pendidikan gruduk kantor Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), terkait kekisruan yang terjadi dampak dari penerapan SPMB SMA/ SMK Negeri di Sumsel khususnya di Kota Palembang tahun 2025. Selasa (10/06/2025)
Koalisi Aktivis minta akomodir siswa yang tidak lulus SPMB dan juga meminta kepada Gubernur Sumsel Herman Deru untuk segera mencabut SK Juknis Disdik Provinsi Sumsel.
Juknis SPMB yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Sumsel mendapat tanggapan serius dan Kritisi dari Ketua DPW PEKAT Indonesia Bersatu Sumsel yang juga pengamat dunia pendidikan Ir Suparman Romans.
“Juknis ini sangat Diskriminatif serta tidak peka dengan realita yang ada, coba kita kalkulasikan berapa banyak siswa yang lulus SLTP Negeri dan Swasta yang ingin mendaftar di SMA/ SMK Negeri di Palembang, dan juga berapa daya tampung SMA/ SMK tersebut untuk bisa mengakomodir calon siswa baru tersebut,” katanya.
Ketua DPW PEKAT Indonesia Bersatu Sumsel melanjutkan, berkemungkinan hanya 30%-40% dari siswa yang mendaftar dapat diterima dari sekolah yang dituju tersebut.
Ironisnya lagi adanya Juknis dari Dinas Pendidikan Sumsel nomor: 067/ 5755/ SMA.1/ Disdik/ 2025 tentang Penetapan daya tampung dan wilayah penerimaan murid baru pada sistem penerimaan siswa baru di SMA Negeri di Provinsi Sumsel tahun ajaran 2025-2026.
“Isi dari keputusan tersebut sungguh irrasional, adanya pembatasan Roombel di tiap tiap SMA Negeri, fakta dilapangan minat dari calon siswa yang mendaftar tiga kali lipat lebih banyak dari kuota yang ditentukan dari Juknis Disdik Sumsel,” terangnya.
Menurut Suparman, wajar kalau banyak yang gagal lolos SPMB, karna setiap SMA Negeri diberikan kuota Roombel yang berbeda beda. Roombel yang ditentukan pola maksimal 12 Roombel dan ada yang hanya cuma 8 Roombel. Sementara SMA Negeri katagori sekolah favorit hanya 10-11 Roombel, seharusnya Disdik Provinsi lebih peka dan akomodatif dan mampu membuat perencanaan yang lebih matang dan memberikan kuota Roombel yang sama pada SMA Negeri tanpa Diskriminasi yakni pola 12 Roombel.
“Kita semua melihat SPMB tahun 2025 bukan menjadi lebih baik, tapi semakin kisruh dan kusut dari tahun sebelumnya. Hanya ada satu solusi untuk mengeliminir reaksi dari masyarakat yang kecewa, agar Gubernur Sumsel mencabut SK Kepala Dinas Pendidikan Sumsel Nomor: 067/ 5755/ SMA.1/ Disdik. SS/ 2025,” tegas Suparman.
Dengan adanya koreksi dan revisi terhadap pembatasan kuota Roombel dibeberapa SMA Negeri, masih memungkinkan untuk penambahan menjadi pola maksimal 12 Roombel.
Ditempat yang sama Sekda Provinsi Sumsel Drs H Edward Chandra MH menerima dan mengajak perwakilan Aktivis untuk audiensi, membahas permasalahan yang membuat kisruh dampak dari penerapan SPMB SMA/ SMK Negeri tahun 2025-2026.
(RC/YOPI)