RADARcenter, Banyuasin – Harga getah karet yang terus merosot dalam sebulan terakhir membuat warga Desa Lubuk Karet, Kecamatan Betung, Kabupaten Banyuasin, kian terpukul.
Kepala Desa Lubuk Karet, Ali Azwar, menyampaikan langsung keluhan masyarakatnya kepada awak media saat ditemui di kantornya pada 22 April 2025.
Menurut Ali Azwar, sekitar 50 persen warga desa menggantungkan ekonomi keluarga dari hasil karet.
Ia menjelaskan bahwa meski sebagian warga juga bekerja di sektor sawit, namun dominasi karet dalam perekonomian lokal sangat besar karena dikelola sendiri oleh masyarakat.
“Sawit memang ada, tapi banyak dikelola perusahaan besar. Sedangkan karet adalah sumber penghasilan utama rakyat karena bisa dikelola sendiri. Kalau harga karet jatuh dan bertahan lama, dampaknya sangat berat bagi kehidupan mereka,” ungkap Ali Azwar.
Ia berharap pemerintah tidak sepenuhnya menyerahkan harga karet pada mekanisme pasar.
Menurutnya, intervensi negara diperlukan agar harga bisa stabil dan petani tidak terus menjadi korban fluktuasi pasar yang tidak menentu.
Ali juga mempertanyakan kejanggalan di balik tingginya permintaan karet, namun harganya justru terus merosot.
Keluhan serupa datang dari Reli, seorang pengepul karet di desa tersebut. Saat berbincang dengan wartawan, ia mengatakan bahwa harga karet kini hanya Rp12.600 per kilogram, jauh dari harga ideal.
Padahal, beberapa waktu lalu, harga karet sempat mencapai Rp15.000 dan bahkan pernah berada di puncaknya di angka Rp25.000 per kilogram.
“Waktu harga masih tinggi, petani bisa bangun rumah, sekolahkan anak sampai kuliah. Tapi sekarang? Sangat sulit. Pemerintah harus turun tangan kalau mau lihat petani sejahtera,” tegas Reli.
Anjloknya harga karet menjadi alarm bagi nasib petani desa yang menggantungkan hidup dari komoditas ini.
Warga berharap ada solusi nyata dan kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.
(*Hardi)