RADARcenter, Simalungun — Aksi unjuk rasa menuntut pemakzulan Bupati Simalungun, Anton Ahmad Saragih, pada Rabu (26/11/2025) berlangsung ricuh setelah massa dihadang kelompok diduga preman. Insiden ini bukan hanya menghalangi kebebasan berpendapat, tetapi juga menodai simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia, ketika bendera Merah Putih dirusak dan dilempar ke tanah.
Massa aksi yang terdiri dari elemen mahasiswa dan masyarakat sebelumnya berencana melakukan demonstrasi di depan Kantor Bupati Simalungun serta Kantor DPRD Simalungun. Namun setibanya di jalur menuju kantor bupati, mereka menghadapi penghadangan oleh sekelompok orang yang diklaim sebagai preman.
“Kami datang ingin menyampaikan aspirasi, tapi justru dihadang. Ini jelas upaya membungkam gerakan masyarakat,” kata salah satu peserta aksi.
Ketua DPW LSM Elang Mas Sumatera Utara, SP. Tambak SH, juga mengecam keras tindakan tersebut.
Pimpinan aksi, Juni Pardomuan Saragih Geringging, menjelaskan bahwa rombongan mereka diberhentikan dengan alasan adanya acara syukuran di sekitar lokasi.
Meski massa aksi mengklaim tidak mengganggu kegiatan tersebut, mereka tetap dilarang melintas.
“Setelah berdebat, kami diizinkan melewati jalur menuju DPRD. Namun saat melintas di depan kantor bupati, kami dilempari batu, sound system dan spanduk dirusak, bahkan mahasiswa ada yang dipukul. Bendera kami juga dirusak. Mereka bertindak seperti kesetanan,” ujar Juni.
Sejumlah rekaman video yang beredar di media sosial memperlihatkan aksi memalukan: seorang oknum mencabut Bendera Merah Putih dari kendaraan pengunjuk rasa dan menghentakkannya ke tanah.
Oknum lain terlihat melepas bendera tersebut dari bambunya. Mirisnya, kejadian itu berlangsung di hadapan aparat penegak hukum yang berada di lokasi tanpa melakukan tindakan tegas.
Seorang anggota aksi dari organisasi GPII mengaku tersinggung atas perlakuan kasar kelompok penghadang yang mempertanyakan asal-usul para demonstran.
“Kami disuruh pulang dan dibilang bukan orang Simalungun. Padahal ibu saya orang Simalungun. Apakah Simalungun hanya milik segelintir orang?” tegasnya.
Aktivis Simalungun, Susilo Atmaja Purba atau Purba Blankon, mengecam keras tindakan premanisme tersebut dan meminta Polres Simalungun mengusut tuntas seluruh pelaku, terutama mereka yang menghina simbol negara.
“Kami mengutuk keras aksi ini. Aktivis menyuarakan suara rakyat, jadi stop kriminalisasi aktivis. Negara harus hadir menjamin kebebasan warga menyampaikan pendapat. Pelaku penghinaan simbol negara harus dihukum seadil-adilnya,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait insiden penghadangan maupun perusakan Bendera Merah Putih. Massa aksi menyatakan akan terus melakukan demonstrasi hingga tuntutan mereka ditindaklanjuti. (*S Hadi Purba)





















