RADARCenter, OKUS — Dugaan diskriminasi dan kekerasan psikis terhadap siswi SMA Negeri 1 Warkuk Ranau Selatan kini memasuki babak baru. Orang tua korban Juanda telah resmi menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) dari SPKT Polda Sumatera Selatan dengan nomor : STTLP/ B/ 1665/ XI/ 2025/ SPKT/ POLDA SUMATERA SELATAN. Tanggal 24 November 2025.

Dengan diterbitkannya surat tersebut, laporan resmi Juanda telah teregistrasi dan sah secara hukum, dan kini masuk dalam proses penyelidikan oleh aparat kepolisian.
Dalam laporan yang dibuat, pelapor mengadukan dugaan Diskriminasi dan pengusiran anak dari sekolah tanpa prosedur, Kekerasan psikis terhadap anak dibawah umur, Pelanggaran hak pendidikan dan adanya dugaan pelanggaran Undang Undang Perlindungan Anak Pasal 76A dan Pasal 77 UU No. 35 Tahun 2014.
Dari laporan orang tua korban menyebutkan bahwa anaknya yang masih dibawah umur (15 tahun) diduga mengalami tekanan psikologis akibat perlakuan pihak sekolah.
“Saya melapor karena merasa hak anak saya disingkirkan. Anak saya bukan pelaku pelanggaran, tapi malah diperlakukan tidak adil dan dijauhkan dari sekolah. Ini melukai mental dan masa depannya. Saya berharap pihak penyidik Polda Sumsel mengambil tindakan hukum yang tegas.” kata Juanda.
Diwaktu yang berbeda, Irawan Koordinator Forum Koalisi Pers (Gabungan media Cetak dan Online) Provinsi Sumsel berharap agar pihak penyidik Polda Sumsel segera memproses kasus tersebut dan melakukan pemanggilan terhadap terlapor SB Oknum Kepala sekolah SMA Negeri 01 Warkuk Selatan.
“Selain diduga telah melakukan perkara tindak pidana kejahatan perlindungan anak, terlapor juga telah dengan sengaja mengabaikan Surat Pernyataan Atas Kesepakatan diatas kertas bermatrai yang ditanda tanganinya diruang Satreskrim Polres OKU Selatan, dan surat pernyataan tersebut diketahui dan ditanda tangani oleh Sekdes Tanjung Baru,” tegas Irawan, Rabu (26/11/2025)
Ia juga mengungkapkan, bersama rekan yang lain akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut.
“Saya bersama rekan yang tergabung di Forum Koalisi Pers Sumsel, akan terus melakukan pemantauan perkembangan perkara kasus ini, kami juga berharap agar kasus serupa tidak terulang lagi dan tidak terjadi di sekolah lain yang ada di Sumsel. Selesaikan permasalahan dengan cara Musyawarah dan mupakat, jangan sepihak seperti itu,” tutupnya.
Pihak sekolah (Terlapor) berinisial SB diduga kuat melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain yakni Undang Undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 76A Jo. Pasal 77 tentang penelantaran dan kekerasan psikis, Permendikbud 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah dan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 dan Pasal 5.
Pendamping hukum dari LSM Penjara Indonesia menyatakan bahwa langkah pelapor sudah tepat karena membawa kasus ini ke ranah hukum, bukan sekadar etik pendidikan.
Kasus ini mendapat sorotan dari aktivis pendidikan dan pemerhati perlindungan anak. Rekan redaksi telah menghubungi pihak sekolah dan menunggu klarifikasi resmi (Hak Jawab) dari Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan.
Identitas anak dan sebagian informasi pribadi pelapor serta terlapor tidak ditampilkan untuk menjaga privasi, sesuai amanat Undang Undang Perlindungan Anak dan Kode Etik Jurnalistik. (RC/Red)





















