RADARcenter, Jakarta – TNI dan Polri merespons tuntutan publik yang dikenal dengan istilah 17+8, di mana sejumlah poin ditujukan langsung kepada kedua institusi negara tersebut.
Dalam konferensi pers bersama di Mabes TNI, Jakarta Timur, Jumat (5/9), perwakilan TNI dan Polri menyatakan sikap terbuka terhadap kritik serta menegaskan komitmen menghormati supremasi sipil.

Kapuspen TNI, Brigjen (Mar) Freddy Ardianzah, menuturkan bahwa pihaknya mengapresiasi masukan masyarakat, termasuk tuntutan agar TNI kembali ke barak serta tidak lagi terlibat dalam pengamanan sipil.
Ia menekankan bahwa TNI menjunjung tinggi prinsip hukum dan demokrasi.
“Apa pun kebijakan yang diputuskan pemerintah terhadap TNI, akan kami laksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan,” ujarnya.
Sementara itu, Karo Penmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menyampaikan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selalu menekankan pentingnya Polri menjadi organisasi modern yang terbuka terhadap kritik.
“Polri tidak antikritik. Justru kami ingin menunjukkan bahwa kepolisian adalah milik masyarakat, sehingga kritik dan harapan publik menjadi bagian dari pengawasan terhadap kami,” ungkapnya.
Sebagian isi tuntutan 17+8 yang diarahkan kepada TNI antara lain segera kembali ke barak, menegakkan disiplin internal, serta berkomitmen tidak masuk ke ranah sipil.
Polri
- Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan.
- Hentikan tindakan kekerasan polisi dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
- Tangkap dan proses hukum secara transparan anggota dan komandan yang melakukan dan memerintahkan tindakan kekerasan dan melanggar HAM.
Sementara untuk Polri, publik menuntut pembebasan demonstran yang ditahan, penghentian kekerasan dalam pengendalian massa, serta penindakan hukum secara transparan terhadap anggota yang melanggar HAM.
(*Red)