RADARcenter, Palembang — Pemerintah Kota Palembang bersiap menghadapi tekanan fiskal tahun 2026 seiring turunnya alokasi transfer keuangan daerah dari pemerintah pusat.
Menyikapi kondisi tersebut, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Palembang menegaskan langkah antisipatif melalui efisiensi belanja, optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta pengawasan ketat terhadap penerimaan pajak agar postur APBD tetap stabil dan berkelanjutan.
Kepala BPKAD Kota Palembang, Ahmad Nashir, S.E., Ak., mengatakan penurunan transfer keuangan daerah berdampak langsung terhadap kapasitas fiskal pemerintah kota.
Meski demikian, Palembang dinilai memiliki struktur ekonomi yang relatif tangguh dengan dominasi sektor perdagangan, jasa, dan industri.
“Sekitar 40 persen pendanaan APBD bersumber dari PAD, sementara 60 persen sisanya masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat dan provinsi. Walau belum sepenuhnya mandiri, tingkat kemandirian fiskal Palembang cukup baik dibandingkan daerah lain,” ujar Nashir, Selasa (7/10/2025).
Transisi Fiskal dan Kebijakan Pajak Baru
Menurut Nashir, tahun 2025 menjadi masa transisi penting bagi pemerintah daerah, terutama dengan diterapkannya sejumlah kebijakan pajak baru di tingkat kabupaten dan kota, seperti option BKB dan BBNKB. Langkah tersebut menuntut pemerintah kota menata kembali strategi fiskal agar tetap seimbang antara sisi penerimaan dan belanja.
“Kita harus mencari solusi yang bijak, bukan hanya dari sisi penerimaan, tetapi juga dalam menjaga keseimbangan keseluruhan postur APBD,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa upaya peningkatan pendapatan daerah tidak boleh membebani masyarakat.
Fokus pemerintah diarahkan pada peningkatan pengawasan, ketepatan pelaporan, dan pencegahan kebocoran pajak daerah.
“Yang paling tepat adalah memperkuat pengawasan dan meminimalkan kebocoran agar penerimaan daerah bisa optimal,” tegas Nashir.
Pastikan Pajak Daerah Tepat Nilai
BPKAD juga memastikan pengelolaan pajak daerah berjalan sesuai prinsip transparansi dan akurasi.
Nashir menjelaskan, mekanisme pajak daerah di Palembang menggunakan dua sistem, yakni official assessment nilai pajak ditetapkan oleh petugas dan self assessment, di mana wajib pajak menghitung dan melaporkan sendiri kewajibannya.
“Di sinilah pentingnya memastikan nilai yang dilaporkan benar dan sesuai dengan kondisi riil di lapangan,” ujarnya.
Sektor restoran, hotel, dan hiburan menjadi penyumbang utama PAD Kota Palembang. Pemerintah daerah akan memastikan nilai pajak yang dibayarkan sesuai dengan transaksi sebenarnya untuk mencegah kebocoran penerimaan.
“Tidak boleh ada nilai pajak yang tercecer di jalan. Semua harus masuk sesuai prosedur,” tegasnya.
Efisiensi dan Rasionalisasi Belanja
Selain penguatan penerimaan, BPKAD juga memperketat pengendalian belanja daerah melalui efisiensi dan rasionalisasi anggaran. Fokus penghematan diarahkan pada belanja operasional non-prioritas seperti perjalanan dinas, konsumsi rapat, dan kebutuhan administrasi kantor.
“Efisiensi tidak boleh mengganggu pelayanan publik. Justru harus memperbesar ruang fiskal agar lebih banyak diarahkan untuk program yang langsung dirasakan masyarakat,” terang Nashir.
Meski demikian, belanja wajib dan pelayanan dasar di sektor pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur tetap menjadi prioritas utama Pemerintah Kota Palembang.
Sinergi Hadapi Tantangan Fiskal 2026
Menutup pernyataannya, Nashir menegaskan pentingnya sinergi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) dalam menghadapi penurunan transfer keuangan tahun depan.
“Semua OPD harus memiliki semangat dan arah yang sama. Kami di BPKAD terus berupaya mencari postur APBD yang ideal agar dapat merespons tantangan fiskal, baik dari sisi pendapatan maupun belanja,” pungkasnya.
“Efisiensi tidak boleh mengganggu pelayanan publik. Justru harus memperbesar ruang fiskal agar lebih banyak diarahkan untuk program yang dirasakan langsung masyarakat.”
-, Ahmad Nashir, Kepala BPKAD Kota Palembang